Selasa, 07 Mei 2013

Snow In the top of Fuji Mountain


Salju di Puncak Fuji
Nama : Leonardus Albert K
NIM: 11140110158



            “WUSSSSSSSSSSSSSSS” angin dingin yang bertiup kencang masuk ke dalam bus saya melalui celah jendela yang saya buka. Dengan segera saya menutup jendela yang terbuka tepat berada di samping saya. Saya tidak menyangka bahwa angin yang bertiup akan sedingin itu. Saking dinginnya tiupan angin tersebut membuat muka saya langsung gemetaran. Ternyata penunjuk suhu yang berada dalam bus menunjukkan suhu 17 derajat celcius. Padahal saya baru berada di tingkat 5 Gunung Fuji. Saya tidak membayangkan berapa suhu ada di tingkat 3 gunung Fuji. Di pikiran saya mungkin 9 derajat.

            Kondisi saya masih mengantuk karena mengalami jetlag. Perbedaan waktu di Jepang dengan Indonesia sebanyak 3 jam lebih cepat. Saya berusaha untuk tidur namun tidak bisa, karena suara rombongan yang gaduh di dalam bus. Untuk mengisi waktu, Tour Guide saya bernama Thomas-san menyalakan mesin karaoke yang berada di tepat samping tempat duduk kursi. TV tepat berada di atas mesin karaoke.
            “Ayo siapa yang mau nyanyi di depan” Kata Thomas-san dengan bahasa Indonesia sedikit kejepang-jepangan. Karena saya masih ngantuk, saya tidak mau maju ke depan. Saya hanya menyandarkan kepala saya ke dekat jendela dan memandangi pemandangan luar bus.

            “Aku , Aku !” Ayah saya berteriak dan mengangkat tangannya. Saya langsung terkejut ketika mendengar suaranya. Lalu ayah saya segera berdiri dan maju ke depan.

            “ Mau lagu apa pak Sugeng ?” tanya Thomas-san.

            “Hey Jude-nya the beatles” Jawab ayah saya.

            Diputarlah lagu tersebut. Yang pada awal-nya saya ingin namun menjadi tertawa terbahak-bahak karena mendengar suara ayah saya beryanyi. Suaranya sumbang sekali dan cenderung membuat nada sendiri.  Tetapi ayah saya menyanyi dengan penuh percaya diri dengan membaca kalimat inggris seperti kalimat Indonesia. Setidaknya seisi bus terhibur dengan penampilan ayah saya dan dapat mencairkan suasana.

            “ Ya Ibu-ibu, Bapak-bapak, anak-anak sekalian bisa dibuka jendelanya sebentar, disini akan terdengar suara musik yang berasal dari dalam hutan ”, saya segera membuka jendela namun saya sudah menyiapkan diri sebelum diterpa angin dingin. Kemudian saya menarik jendela tersebut ke kiri dan terdengar seperti suara lagu yang berasal dari dalam hutan. Saya tidak begitu tahu lagu karena belum mendengarnya. Thomas-san menjelaskan bahwa lagu tersebut merupakan buatan alam yang berada di dalam hutan tersebut. Saya segera menutup jendela saya kembali karena tidak tahan terhadap angin dingin yang menerpa muka saya terus-terusan.

            1 jam kemudian akhirnya saya sampai di tingkat 3 gunung fuji yang dimana hanya 600 meter dari puncak-nya. Satu persatu dari kami keluar. Ketika giliran saya angin kembali bertiup kencang dan lebih dingin dari sebelumnya. Baru melangkahkan satu kaki keluar bus. Saya langsung berdiri tegak gemetaran. Bodohnya saya hanya menggunakan baju polos berwarna hitam dan celana panjang berwarna hitam juga. Dinginnya sampai menusuk kulit. Bulu semua berdiri. Kedua tangan saya segera saya gosok-gosokan agar panas dan menempelkannya ke muka saya. Ya namun hanya bermanfaat sedetik saja dan badan saya kembali gemetaran.

            Saya sedikit menyesal karena tidak membawa jaket. Thomas-san memberitahu bahwa suhu disini sekitar 11 derajat. Thomas-san mengajak kami untuk berfoto bersama di sebuah batu yang bertuliskan Fuji-Hakone-Izu National Park. Mereka semua bisa berjalan seperti layaknya orang normal sedangkan saya melangkahkan satu kaki saja harus penuh perjuangan. Saya berjalan dengan menyilangkan tangan saya dan menyingkapnya di antara pinggang. Alhasil ketika berfoto hanya foto saya lah yang benar-benar jelek. Mata tertutup. Rambut berterbangan seperti di iklan sampo akibat diterpa angin dan  saya gemetaran.

            Tidak jauh dari batu selamat datang terdapat sebuah Toko souvenir. Kami diberi kesempatan untuk membeli sebuah cinderamata. Di dalamnya terasa berbeda. Lebih hangat. Bangunan terbuat dari kayu-kayu yang berwarna coklat muda. Banyak cinderamata unik khas jepang dan fuji seperti patung fuji, boneka koshiki dan lain sebagai-nya. Tempatnya tidak besar namun nyaman.  Saya melihat-lihat dalam toko dan mereka menjual minuman hangat seperti ocha dan sebagainya. Ocha hangat menarik perhatian saya dengan segera saya kesana dan memesan satu ocha hangat untuk saya minum. Kasirnya seorang wanita. Mungkin 3 tahun lebih tua dari saya. Saya segera merogoh kantong saya dan memberikan uang 150 yen. Wanita itu pun tersenyum dan mengucapkan arigatou gozaimas dan saya berterima kasih kembali dengan mengucapkan arigatou gozaimas karena itu adalah hanya bahasa jepang saya tahu.

            Sambil duduk di sebuah meja meminum ocha hangat saya melihat ke luar jendela. Meskipun hawanya dingin di luar sana. Pemandangan yang disajikan sangatlah indah. Pohon hijau menghiasi pinggir jalan. Bebatuan dan Salju yang menghiasi puncak gunung tersebut.

            Ketika saya melihat-lihat ke luar jendela. Thomas-san duduk tepat di depan saya. Sepertinya dia juga kedinginan karena memasukkan tangannya ke dalam saku jaket. Meskipun sudah tua dan rambutnya memutih dia masih terlihat berjiwa muda.

            Saya menanyakan tentang salju yang berada di puncak gunung Fuji kepada Thomas-san.
“Thomas-san kenapa salju-nya cuma ada di atas ? kok yang dibawah gak ada ?”, tanya saya kepadanya.
“salju yang di puncak Fuji namanya salju Abadi dinamain Salju Abadi karena sepanjang tahun puncak gunung Fuji ya bersalju terus” jawabnya.

            Saya menikmati pemandangan Fuji sampai tetes terakhir pada ocha saya. Mungkin saya akan merindukan suasana ini. Baru pertama kalinya saya melihat salju dan merupakan pengalaman berkesan buat saya.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar