Perjuangan Sepasang Perantau
Hanya dengan bermodal nekat dan sedikit
uang, Iyem dan suaminya Suyitno mempertaruhkan nasibnya di Ibukota Jakarta.
Bukan keinginan mereka untuk merantau ke ibukota tetapi karena sebuah paksaan
ekonomi yang mengharuskan mereka untuk mengadu nasib. Di Kampung halamannya
Kebumen mereka hanya berjualan gula merah dan tentu saja hal itu tidak
mencukupi bagi pasangan tersebut yang memiliki 3 orang anak yang harus dipenuhi
kebutuhan sekolahnya.
Iyem dan Suyitno tinggal di kontrakan yang
ruangannya hanya seluas 3x3 meter. Kasur terletak di pojok kiri tembok dan
peralatan masak tepat terletak di samping mereka. Tetapi disinilah tempat
mereka berdua tinggal. Setiap pukul 05.00 , Iyem selalu bangun dari kasurnya
dan segera keluar untuk mencuci muka. Tanpa sarapan dia langsung bergegas ke
rumah saya untuk bekerja.
“ Tok , Tok Mas Albert bangun bibi mau
sapu kamar mas Albert” kata Iyem sembari mengetuk pintu. Saya bangun dari kasur
dan segera membukakan pintu. Iyem berdiri tepat di depan kamar sambil memegang
segagang sapu dengan wajah yang sedikit masih mengantuk. Dengan segera ia masuk
ke kamar saya dan membersihkan lantai yang kotor dan sedikit berdebu. Seusai
dia menyapu kamar saya , saya meminta waktu untuk berbicara dengan Iyem.Saya ingin
tahu lebih tentang kehidupan dirinya.
Saya berbicara kepada Iyem yang sedang
melakukan aktifitasnya. “ Bi, bibi asalnya darimana bi ?” , Tanya saya dengan
wajah yang masih setengah sadar. “ Bibi mah sama kaya papa bert dari Kebumen”
jawabnya sambil menyapu. Saya
kaget karena siapa sangka ternyata Iyem berasal dari tempat yang sama dengan
papa saya. Padahal Iyem sudah bekerja di tempat saya selama 7 bulan dan saya
baru tahu jika dia berasal dari Kebumen.
“Bibi kenapa mau kerja jadi pembantu cuci
gosok bi ?” Tanya saya. Lalu Iyem menjawab “ ya bibi kan sama suami merantau
bert ke Jakarta jadi bibi mau deh kerja apa aja di Jakarta asal dapet duit”.
Kebutuhan materilah yang menjadi
sebuah alasan kenapa Iyem harus merantau.
Lalu Iyem bercerita mengenai pengalaman pahit yang tentu saja
telah dialami-nya selama 4 tahun berada di Jakarta. terlebih lagi ketika mereka
berdua baru pertama kali tiba di Jakarta tak ada satu pun yang mereka kenal dan
banyak pergulatan batin yang meliputi pikiran mereka. Harus kerja apa ? harus
kemana ? harus tinggal dimana ? , pertanyaan itulah yang timbul di pikiran
mereka berdua.
Suyitno berkata kepada saya bahwa
istrinya adalah seorang istri yang setia dan tangguh karena Iyem tidak pernah
menyerah terhadap keadaan. Banyak masalah tentunya yang menghampiri mereka
ketika berada di Jakarta pertama kali. Cercaan mereka terima dan Suyitno paling
ingat adalah ketika dirinya terkena penyakit Tipus . Ketika itu mereka berdua
tidak memiliki uang yang cukup untuk biaya berobat. Biaya yang diperlukan
sebesar 150 ribu rupiah. Mungkin bagi kita 150 ribu tidak lah seberapa dan bisa
dengan mudah kita dapatkan , tapi bagaimana dengan Iyem dan Suyitno yang bagi
mereka 150 ribu rupiah seperti uang sebesar 1,5 juta rupiah. Iyem melakukan
segala cara agar suaminya bisa disembuhkan, sampai akhirnya ia bekerja sebagai
tukang cuci gosok dan hari pertama ia bekerja ia langsung memohon kepada tuan
rumah untuk meminjamkan uang untuk berobat. Akhirnya didapatkan uang tersebut
dan segera kebahagiaan menghampiri Iyem. Senyumannya terurai lebar ketika ia
melihat suaminya sehat kembali. Seusai
sembuh Suyitno akhirnya bekerja sebagai seorang tukang bangunan.
Masalah bukan hanya itu saja cerita
Suyitno dan Iyem. Pertama kali ketika mereka tinggal di Jakarta mereka mendapatkan
cercaan dari banyak orang sekitar. “ WOI JAWA NGAPAIN LU TINGGAL DISINI
!?” salah satu cercaan yang paling
mereka ingat adalah kata tersebut.
Meskipun saya berbicara kepada Iyem dan
Suyitno di waktu yang berbeda tetapi jawaban mereka selalu saja sama. Mereka
berdua sama-sama berkata bahwa tidak perlu meladeni cercaan yang ditujukan
kepada mereka, karena betul memang mereka merantau tetapi mereka jelas punya
tujuan yaitu untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
Setelah 4 tahun tinggal di Jakarta segala
macam rintangan berhasil mereka lalui bersama tanpa adanya keluh kesal.
Sekarang Iyem mempunyai pendapatan sebesar 1,5 juta – 2 juta sebulan dan
suaminya mempunyai pendapatan sebesar 2,5 juta sebulan. Penghasilan itu sudah
cukup bagi mereka karena mereka sudah mampu untuk membeli sebuah motor,
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membiayai ketiga anak mereka sekolah.
Seorang teman dari Iyem yang bernama
Hoiriah berkata kepada saya bahwa Iyem dan Suyitno adalah pasangan perantau yang bekerja keras. Hoiriah
berkata bahwa Iyem selalu mau melakukan kerjaan apa-pun.
Seiring
waktu berjalan Iyem dan Suyitno melangkah bersama untuk masa depan yang lebih
baik untuk anak-anak mereka. Tidak kenal dengan apa yang namanya rasa lelah dan
selalu tetap berharap akan mendapatkan sesuatu yang lebih lagi hari esok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar