Kenya
Kebebasan yang Terbelenggu
Suasana malam yang tenang di Negara Kenya diwarnai
dengan mobi-mobil yang melintas, Orang-Orang berjalan pulang menuju rumahnya
dan mungkin ada beberapa yang baru saja untuk pergi ke suatu tempat. Namun
sebenarnya malam tersebut bukanlah malam yang tenang di Kenya. Setiap orang
hanya bisa meratapi tentang bagaimana Pemerintahan di Kenya yang sangat kacau
balau. Dimana mereka hanya bisa berbicara tentang masalah yang terjadi namun
tidak berani melakukan tindakan apapun karena takut akan kekuatan pemerintahan
disana. Anggapan Pemerintahan di Kenya adalah seperti Burung Pemakan Bangkai.
Mereka berkuasa, bersenang-senang, tertawa di atas penderitaan rakyatnya
sendiri. Namun beberapa dari Rakyat Kenya memberanikan diri untuk melakukan perubahan
menuju Kenya yang lebihbaik.
Boniface Mwangi (29) seorang
Jurnalis dari Kenya yang merupakan Pemenang Foto Jurnalistik Dunia memutuskan
untuk meletakkan Kameranya. Dia sudah lelah terhadap Negaranya sendiri karena
Korupsi Politik yang terus menerus berlanjut tanpa adanya perubahan. Yang dia
ingin lakukan sekarang adalah merubah Negaranya demi seluruh Rakyat di Kenya.
Malam
itu di Nairobi Mwangi dan krunya mempersiapkan aksi ilegal pertamanya untuk
melakukan protes terhadap pemerintahan. Dia dan kru-nya berdiskusi di ruangan
yang tidak terlalu besar. Meski-pun mereka terbatas oleh fasilitas tetapi
mereka semua mempunyai tujuan yang sama yaitu membawa perubahan untuk Kenya.
Seusai berdiskusi Mwangi segera mempersiapkan semua peralatan dan segera
bergegas menuju mobil.
Akhirnya Mwangi dalam
perjalanan menuju tempat melakukan aksinya. Suasana dalam mobil dipenuhi dengan
adrenalin serta kekhawatiran karena dia sadar bahwa aksi yang dilakukannya
adalah illegal dan terlebih lagi tidak teorganisir.
“ Kenya adalah salah satu
negara yang indah namun Rakyat Kenya adalah para pengecut, mereka hanya bisa
berkomentar tentang korupsi, pengambilan tanah, kekebalan hukum tanpa melakukan
sebuah tindakan ”, Kata Mwangi. hal inilah yang membuat Mwangi ingin
meninggalkan zona aman dan melawan hukum demi Kenya.
Sesampainya di Lokasi dia
dan kru-nya memulai aksinya. Aksi pertama yang dia lakukan menggambar Grafiti
di dinding jalan Kota. Hanya bermodal nekat dan beberapa peralatan seperti
spray, tangga, dan proyektor. Proyektor dinyalakan dan dihadapkan ke arah
dinding. Terpampang lah sebuah gambar dari proyektor tersebut. Para pelukis
segera menggambar apa yang sesuai dengan gambar dari proyektor. Akhirnya
Sebelum menjelang pagi Grafiti tersebut pun selesai. Keringat serta kerja keras
yang mereka lakukan akhirnya berbuah.
Ketika matahari terbit
masyarakat melakukan aktivitasnya. Mereka melihat sesuatu yang tidak biasa
dalam perjalanan mereka. Mereka berhenti sejenak untuk melihat apa yang
terlukiskan di dinding yang mereka lalui. Lukisan tersebut menggambarkan
kondisi Kenya sekarang. Mereka hanya bisa terdiam dan sadar bahwa apa yang
dikatakan dari lukisan tersebut adalah hal yang benar. Mereka sadar bahwa
mereka pengecut karena tidak berani melakukan sebuah tindakan apapun.
Seminggu kemudian Mwangi
dicari oleh beberapa politisi untuk ditawarkan bekerjasama. Berbagai tawaran
menggiurkan berupa uang pun diberikan kepadanya, Namun dia tetap berpegan teguh
pada visi dan misinya dan menolah tawaran tersebut. Yang dia cari bukanlah
material melainkan kebebasan negaranya. Karena menolak tawaran tersebut
beberapa hari kemudian ada sebuah ancaman dan Mwangi akhirnya dipanggil oleh
kepolisian Kenya. Sebelum memenuhi panggillan kepolisian Mwangi mengupdate
pesan di facebooknya untuk mengumpulkan massa dan mendatangi kantor kepolisian agar
dirinya terbebas.
Mwangi yang ditahan dibalik
jeruji kepolisian, tersenyum ketika mendengar sorak-sorak yang berada di depan
kepolisian. Akhirnya Mwangi pun bebas dari balik jeruji dan berjalan menuju
keluar. Di depan kepolisian dia meneriakkan “ Kenya adalah rumah kita “ dan
sorakan pun bergemuruh keras dari demonstran.
Meskipun dia dan kru-nya
dilarang membuat graffiti. Mereka tidak kehilangan semangat untuk melakukan
perubahan. Ketika berada di tempat kerjanya, Mwangi mengambil album foto hasil
potretannya. Membuka halaman demi halaman, melihat gambar demi gambar
membuatnya tersadar bahwa gambar yang dia potret memiliki rasa emosional yang
sangatlah kuat tentang kekejaman pemerintahan Kenya. Dia memanfaatkan fotonya
tersebut sebagai penggerak rasa emosional rakyat Kenya. Dengan segera dia
melakukan pameran gambar-gambar yang ia potret di jalanan.
Gambar yang terpampang adalah
gambar yang menggambarkan kekejaman Pemerintahan Kenya. Sebanyak 700 .000 orang
telah melihat foto yang diambil Mwangi. Foto tersebut menghantui mereka karena
teringat akan peristiwa itu. Beberapa dari mereka ada yang menangis karena
mereka telah merasakan hal yang ada dalam foto tersebut. Kekejaman, Penyiksaan,
Ketidakadilan itulah yang mereka rasakan.
Mwangi telah melakukan pameran
foto lebih dari 20 kota di Kenya. Lalu dia kembali secara diam-diam untuk
menggambar graffiti tanpa mempedulikan resiko hukumannya. Mwangi dan Kru-nya
telah menggambar lebih dari 40 buah graffiti.
Aksi terbesar yang dia lakukan berikutnya adalah membawa 49 Peti Mati
dan menaruhnya di depan Gedung Parlemen Kenya. Di setiap peti matinya tertera
tulisan “ Bury The Vultures “. Setelah meletakkan Peti Mati di depan Gedung
Parlemen. Mwangi dan para demonstran meninggalkan tempat tersebut. Polisi pun
datang dan mengangkat semua peti mati yang terletak di depan gedung. Meskipun
begitu Mwangi dan kru-nya takkan ada matinya untuk memperjuangkan kebebasan
Negaranya. Revolusi yang dilakukan oleh Mwangi dinamakan dengan Revolusi
Ballot.